Nama : Elsa Restiyanti
Kelas :
2 eb 22
NPM :
22210345
Mata Kuliah : Aspek Hukum Dalam Ekonomi
TUGAS
PERLINDUNGAN KONSUMEN
. 1. Pengertian
Konsumen
Konsumen yaitu beberapa orang yang menjadi pembeli
atau pelanggan yang membutuhkan barang untuk mereka gunakan atau mereka konsumsi
sebagai kebutuhan hidupnya.
Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya
dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah
menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Di
samping itu, globalisasi dan perdaganan bebas yang didukung oleh kemajuan
teknologi telekomunikasi dan infomatika telah memperluas ruang gerak arus
transaksi barang dan/atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara,
sehingga barang dan/atau jasa yang, ditawarkan bervariasi baik produksi luar
negeri maupun produksi dalam negeri. Kondisi yang demikian pada satu pihak
mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang dan/atau
jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan
untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan
keinginan dan kemampuan konsumen.
Perilaku konsumen adalah proses dan aktivitas ketika
seseorang berhubungan dengan pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan, serta
pengevaluasian produk dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan keinginan. Perilaku
konsumen merupakan hal-hal yang mendasari konsumen untuk membuat keputusan
pembelian. Konsumen adalah seseorang yang menggunakan barang atau jasa.
Konsumen diasumsikan memiliki informasi atau pengetahuan yang sempurna
berkaitan dengan keputusan konsumsinya. Mereka tahu persis kualitas barang,
kapasitas produksi, teknologi yang digunakan dan harga barang di pasar. Mereka
mampu memprediksi julah penerimaan untuk suatu periode konsumsi. Berikut ini
adalah wujud dari konsumen.
a. Personal
Consumer
Konsumen
ini membeli atau menggunakan barang atau jasa untuk penggunaannya sendiri.
b. Organizational
Consumer
Konsumen
ini membeli atau menggunakan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan dan
menjalankan organisasi tersebut.
2. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
a. Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya
bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,
b. Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku
usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,
c. Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara
kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun
spiritual,
d. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan
jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
e. Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun
konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Sesuai dengan pasal 3
Undang-undang Perlindungan Konsumen, tujuan dari Perlindungan Konsumen adalah
a.
Meningkatkan
kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri,
b.
Mengangkat
harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif
pemakaian barang dan/atau jasa,
c.
Meningkatkan
pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai
konsumen,
d. Menciptakan sistem perlindungan
konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta
akses untuk mendapatkan informasi,
e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha
mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggungjawab dalam berusaha,
f. Meningkatkan kualitas barang
dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa,
kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.
3 .
Hak
Dan Kewajiban Konsumen
Janus Sidabalok dalam bukunya Hukum Perlindungan
Konsumen di Indonesia menyebutkan bahwa ada tiga macam hak berdasarkan
sumber pemenuhannya, yakni:
1.
Hak manusia karena kodratnya, yakni hak yang kita peroleh begitu kita lahir, seperti hak
untuk hidup dan hak untuk bernapas. Hak ini tidak boleh
diganggu gugat
oleh negara, dan
bahkan negara wajib menjamin pemenuhannya.
2.
Hak yang lahir dari hukum, Yaitu hak yang diberikan oleh negara kepada
warga negaranya. Hak ini juga disebut sebagai hak hukum. Contohnya hak
untuk
memberi suara dalam Pemilu.
3.
Hak yang lahir dari hubungan kontraktual. Hak ini didasarkan pada
perjanjian/kontrak antara orang yang satu dengan orang yang lain. Contohnya
pada peristiwa jual beli. Hak
pembeli adalah menerima barang. Sedangkan hak
penjual adalah menerima uang.
Sesuai dengan Pasal 4 Undang-undang
Perlindungan Konsumen (UUPK), Hak-hak Konsumen adalah :
1.
Hak atas kenyamanan, keamanan dan
keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa;
2.
Hak untuk memilih barang dan/atau
jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3.
Hak atas informasi yang benar,
jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa;
4.
Hak untuk didengar pendapat dan
keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;
5.
Hak untuk mendapatkan advokasi,
perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut;
6.
Hak untuk mendapat pembinaan dan
pendidikan konsumen;
7.
Hak untuk diperlakukan atau
dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
8.
Hak untuk mendapatkan kompensasi,
ganti rugi/penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya;
9.
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan lainnya.
Sesuai
dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
a. Membaca
atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
b. Beritikad
baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
c. Membayar
sesuai dengan nilai tukar yang disepakati,
d. Mengikuti
upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
4. Hak Dan Kewajiban Pelaku Usaha
·
Hak
pelaku usaha adalah :
a) Hak untuk menerima pembayaran yang
sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa
yang diperdagangkan;
b)
Hak untuk mendapatkan perlindungan
hukum dari tindakan konsumen yang beritikat tidak baik;
c) Hak untuk melakukan pembelaan diri
sepatutnya di dalam penyelesaiakan hukum sengketa konsumen;
d) Hak untuk rehabilitasi nama baik
apbila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
e)
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan lainnya.
·
Kewajiban
pelaku usaha adalah :
a)
Beritikad baik dalam melakukan
kegiatan usahanya;
b) Memberikan informasi yang benar,
jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi
penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c) Memperlakukan atau melayani
konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d) Menjamin mutu barang dan/atau jasa
yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu
barang dan/atau jasa yang berlaku;
e) Memberi kesempatan kepada konsumen
untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi
jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f) Memberi kompensasi, ganti rugi
dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan
pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g) Memberi kompensasi, ganti rugi
dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau
dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
5. Perbuatan yang dilarang bagi Pelaku
Usaha
Ketentuan mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha diatur dalam
Pasal 8 s/d 17 UU PK . Ketentuan ini kemudian dapat dibagi kedalam 3 kelompok, yaitu :
·
Larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan produksi (Pasal 8 )
·
Larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan pemasaran (Pasal 9 – 16)
·
Larangan bagi pelaku usaha periklanan (Pasal 17)
Larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan produksi.
Ada 10 larangan bagi pelaku usaha sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU PK,yakni pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan
atau jasa yang :
a) Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
b) Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam
hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut
c) Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
d) Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa
tersebut;
e) Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau
keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
f) Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan,
iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
g) Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/
pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
h) Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan
“halal” yang dicantumkan dalam label;
i) Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama
barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal
pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat;
j) Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam
bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Tiap bidang usaha diatur oleh ketentuan tersendiri. Misalnya kegiatan usaha di bidangmakanan dan minuman tunduk pada UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Tak jarang pula, tiap daerah memiliki pengaturan yang lebih spesifik yang diatur melalui Peraturan Daerah. Selain tunduk pada ketentuan yang berlaku, pelaku usaha juga wajib memiliki itikad baik dalam berusaha. Segala janji yang disampaikan kepada konsumen, baik melalui label, etiket maupun iklan harus dipenuhi.Selain itu, ayat (2) dan
(3) juga memberikan larangan sebagai berikut:
· Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas
barang dimaksud.
· Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang
rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi
secara lengkap dan benar.
Ketentuan terakhir dari pasal ini adalah:
· Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib
menariknya dari peredaran.
6. Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Setiap pelaku usaha harus bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan atau
diperdagangkan. Tanggung jawab produk timbul dikarenakan kerugian yang dialami
konsumen sebagai akibat dari “ produk yang cacat “, bisa dikarenakan
kurang cermat dalam memproduksi, tidak sesuai dengan yang diperjanjikan atau kesalahan yang
dilakukan oleh pelaku usaha. Dengan kata lain, pelaku usaha ingkar janji atau
melakukan perbuatan melawan hukum. Di dalam pasal 27,hal yang membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen, apabila :
1.
Barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksud
untuk diedarkan;
2.
Cacat barang timbul pada kemudian hari;
3.
Cacat timul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang ;
4.
Kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen ;
5.
Lewatnya jangka waktu penuntutan 4 tahun sejak barang dibeli atau lewat
jangka waktu yang diperjanjikan.
7.
Sanksi
Pelaku Usaha
Masyarakat boleh merasa lega dengan lahirnya UU No. 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, namun bagian terbesar dari masyarakat kita belum tahu
akan hak-haknya yang telah mendapat perlindungan dalam undang-undang tesebut,
bahkan tidak sedikit pula para pelaku usaha yang tidak mengetahui dan
mengindahkan UU Perlindungan Konsumen ini.
Dalam pasal 62 Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
tersebut telah diatur tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh
Pelaku usaha diantaranya sebagai berikut : 1) Dihukum dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,-
(dan milyard rupiah) terhadap : pelaku usaha yang memproduksi atau
memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan berat, jumlah, ukuran, takaran,
jaminan, keistimewaan, kemanjuran, komposisi, mutu sebagaimana yang dinyatakan
dalam label atau keterangan tentang barang tersebut ( pasal 8 ayat 1 ), pelaku
usaha yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa ( pasal 8 ayat 1 ),
memperdagangkan barang rusak, cacat, atau tercemar ( pasal 8 ayat 2 ), pelaku
usaha yang mencantumkan klausula baku bahwa pelaku usaha berhak menolak
penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen di dalam dokumen dan/atau
perjanjian. ( pasal 18 ayat 1 huruf b ) 2) Dihukum dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima
ratus juta rupiah) terhadap : pelaku usaha yang melakukan penjualan secara
obral dengan mengelabuhi / menyesatkan konsumen dengan menaikkan harga atau
tarif barang sebelum melakukan obral, pelaku usaha yang menawarkan barang
melalui pesanan yang tidak menepati pesanan atau waktu yang telah
diperjanjikan, pelaku usaha periklanan yang memproduksi iklan yang tidak memuat
informasi mengenai resiko pemakaian barang/jasa.
Dari ketentuan-ketentuan pidana yang disebutkan diatas yang sering
dilanggar oleh para pelaku usaha masih ada lagi bentuk pelanggaran lain yang
sering dilakukan oleh pelaku usaha, yaitu pencantuman kalusula baku tentang hak
pelaku usaha untuk menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen dalam
setiap nota pembelian barang. Klausula baku tersebut biasanya dalam praktiknya
sering ditulis dalam nota pembelian dengan kalimat “Barang yang sudah dibeli
tidak dapat ditukar atau dikembalikan” dan pencantuman klausula baku tersebut
selain bisa dikenai pidana, selama 5 (lima) tahun penjara, pencantuman klausula
tersebut secara hukum tidak ada gunanya karena di dalam pasal 18 ayat (3) UU
no. 8 tahun 1999 dinyatakan bahwa klausula baku yang masuk dalam kualifikasi
seperti, “barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan”
automatis batal demi hukum.
Namun dalam praktiknya, masih banyak para pelaku usaha yang mencantumkan
klausula tersebut, di sini peran polisi ekonomi dituntut agar menertibkannya.
Disamping pencantuman klausula baku tersebut, ketentuan yang sering dilanggar
adalah tentang cara penjualan dengan cara obral supaya barang kelihatan murah,
padahal harga barang tersebut sebelumnya sudah dinaikan terlebih dahulu. Hal
tersebut jelas bertentangan dengan ketentuan pasal 11 huruf f UU No.8 tahun
1999 dimana pelaku usaha ini dapat diancam pidana paling lama 2 (dua) tahun
penjara dan/atau denda paling banyak Rp.500 juta rupiah.
Dalam kenyataannya aparat penegak hukum yang berwenang seakan tdak tahu
atau pura-pura tidak tahu bahwa dalam dunia perdagangan atau dunia pasar
terlalu banyak sebenarnya para pelaku usaha yang jelas-jelas telah melanggar UU
Perlindungan Konsumen yang merugikan kepentingan konsumen. Bahwa masalah
perlindungan konsumen sebenarnya bukan hanya menjadi urusan YLKI atau
lembaga/instansi sejenis dengan itu, berdasarkan pasal 45 ayat (3) Jo. pasal 59
ayat (1) UU Perlindungan Konsumen tanggung jawab pidana bagi pelanggarnya tetap
dapat dijalankan atau diproses oleh pihak Kepolisian. ( Oktober 2004 )
Sanksi Perdata :
1)
Ganti rugi dalam bentuk :
·
Pengembalian uang atau
·
Penggantian barang atau
·
Perawatan kesehatan, dan/atau
·
Pemberian santunan
Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi.
Sanksi Administrasi : maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui
BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25 Sanksi Pidana :
1)
Kurungan :
·
Penjara, 5 tahun, atau denda Rp.
2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1)
huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
·
Penjara, 2 tahun, atau denda
Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan
17 ayat (1) huruf d dan f
Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang
Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau
kematian. Hukuman tambahan ,
antara lain Pengumuman keputusan Hakim; Pencabutan izin usaha; Dilarang memperdagangkan
barang dan jasa ; Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa; Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada
masyarakat
DAFTAR PUSTAKA